Salah satu kegiatan Pramuka yang sangat dikenal adalah simpul menyimpul. Kegiatan sederhana dan menyenangkan ini ternyata bisa mendulang rupiah. Hal ini dilakukan Joko, seniman tali makrame dan tali kur. Hasil karyanya sudah dikirim hingga ke berbagai negara, seperti Jepang, Jerman, Belanda, dan Swiss.
“Ini kerajinan dari tali makrame atau tali kur. Lebih banyak dikenal tali simpul Pramuka. Mungkin di zaman saya masih sekolah dulu, kerajinan ini masih jadi prakarya yang dikenalkan ke siswa untuk belajar anyaman tali. Bisa dibilang senimannya pun sudah langka,” kata seniman tali makrame dan kur bernama Joko.
Kata makrame berasal dari bahasa Turki. Dengan tulisan Ma-kra’ma atau Miqramah. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, dijelaskan: bahwa makrame adalah bentuk suatu kerajinan simpul-menyimpul dengan menggarap rangkaian benang pada awal atau akhir suatu tenunan, dengan membuat berbagai simpul pada rantai benang tersebut sehingga terbentuk aneka rumbai dan jumbai.
Rata-rata produk dari tali makrame saat ini berupa gantungan kunci, gelang, dan tas. Padahal, kata Joko, bisa juga dibuat jadi meja gantung, akuarium gantung, gantungan pot bunga, tirai, hingga tempat tidur gantung yang biasa dipakai di pantai.
“Produk terbaru yang kita buat model akuarium gantung. Ini diberi lampu, jadi di kamar bisa juga untuk lampu tidur. Selain pelihara ikan, lampu dari akuarium bisa bikin ruangan keliatan bagus. Dan unik kan akuarium digantung. Itu model terbaru,” ujar pria berumur 35 tahun itu.
Perajin tali seperti ini, kata Joko, jumlahnya sudah sangat sedikit. Kegiatan merangkai tali pun sudah berkurang drastis, tidak seperti zaman dulu. “Saya sendiri awalnya tergerak dengan seni kerajinan tali ini karena meneruskan senior. Maestro tali makrame, almarhum Bambang Sumitro. Maestro pernah kerjasama sama suatu perusahaan besar membuat tas tali sebagai bonus wadah kemasan produk. Beliau fokus di tali makrame, mengajari ibu-ibu janda dan anak putus sekolah,” katanya.
Ia menyayangkan tidak banyak orang yang meneruskan seni tali ini. Sehingga ia khawatir seni simpul-menyimpul ini bisa punah. “Sekarang semenjak tokohnya meninggal, daripada mati seni ini, saya coba hidupkan lagi. Sebelumnya, saya kerja karyawan swasta di SPBU sampai hotel. Lama-lama jenuh kerja sama orang,” jelasnya.
Joko menjual produk kerajinan makrame dengan harga beragam. Dari yang paling murah sebesar Rp 5.000 untuk gelang, dan yang paling mahal Rp 2,5 juta untuk meja gantung. Semakin mahal berarti tingkat kesulitannya semakin tinggi. “Selain itu, produk unik yang banyak dicari yaitu tirai yang dijual Rp 800.000, pembelinya para pemilik cottage,” imbuhnya.
Joko butuh waktu yang tidak sebentar untuk menyelesaikan karya makrame. Contohnya, untuk membuat satu tirai berukuran 1 x 2 meter butuh waktu setidaknya 8 hari, sementara meja gantung bisa sampai 20 hari pengerjaan. “Pelanggan saya yang suka produk handmade seperti ini dari Jepang, Jerman, Belanda, dan Swiss,” katanya.
diolah dari : detik