Ukiran Kayu Samosir danau toba Pulau Samosir merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang sudah sangat dikenal luas baik dari wisatawan lokal sampai mancanegara.
Ukiran kayu Samosir adalah sejenis seni ukiran yang berasal dari daerah Samosir di Pulau Sumatra, Indonesia. Ukiran kayu Samosir biasanya dibuat dari kayu jati yang kuat dan tahan lama, dan dibuat dengan menggunakan teknik ukiran tradisional yang khas.
Motif yang digunakan dalam ukiran kayu Samosir biasanya berasal dari budaya Batak, seperti gambar-gambar hewan, perahu, dan figur-figur mitologi. Ukiran kayu Samosir biasanya digunakan sebagai hiasan rumah atau sebagai benda koleksi.
Selain dikenal akan keindahan alam danau toba yang menjadi daya tarik pariwisata, masyarakat di Pulau Samosir juga sudah dikenal dengan budaya mengukir kayu.
Salah satu bahan terbaik untuk membuat kerajinan ukiran, Kerajinan ukir kayu merupakan salah satu Industri Kecil yang membuat serta memproduksi berbagai macam ukiran yang senantiasa mengadopsi budaya serta kearifan lokal .
Baca Juga : Ukiran Kayu Jati Unik dari Limbah Kayu Bojonegoro
Pengrajin Ukiran Kayu Samosir biasanya digunakan sebagai alat untuk keperluan peribadatan adat istiadat atau dimanfaatkan untuk kegiatan ritua lain nyal. seiring perkembangan jaman kini, produk Ukiran Kayu Samosir tersebut sudah dikenal sebagai barang dagangan untuk oleh-oleh (souvenir) bagi para turis.
Pada tahun 1980-an, produk ukiran dari Pulau Samosir menjadi barang andalan untuk mengangkat nilai-nilai budaya masyarakat setempat.
Nilai Sejarah Ukiran Kayu
Usaha kerajinan Ukiran Kayu Samosir kemungkinan dimulai sekitar tahun 1600.
Pemasaran produk Ukiran khas Samosir ini sangat didukung oleh keindahan Danau Toba, sehingga setiap pengunjung yang datang ke tempat ini selalu membeli cenderamata berupa ukiran kayu.
Hal inilah menjadi pendorong berkembangnya industri kerajinan kayu. Dari segi bahan baku, saat ini tidaklah menjadi persoalan yang cukup serius.
Kayu haumbang (Morinda tinctoria) dan suren (Toona sureni) yang biasa digunakan masyarakat masih relatif tersedia di hutan dan atau di kebun masyarakat.
Seperti halnya jenis kayu yang digunakan, gaya kerajinan telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap pasar.
Baca Juga : 5 Jenis Kayu Terbaik untuk Furniture
Model ornamen dan miniatur produk budaya mendominasi produk kerajinan kayu sekarang ini. Akan tetapi model asli yang masih kuno dan etnik tetaplah memiliki pangsa pasar tersendiri terutama dari mancanegara, sehingga memiliki kelangsungan yang cukup jelas.
Pada kondisi pasar mendukung, rata rata ukiran kayu dengan ukuran sedang mampu terjual dengan harga dalam kisaran Rp 250.000, sementara Produk lain seperti ukiran berbentuk perahu berukuran sekitar 0,5 meter bisa terjual berkisar Rp seratusan ribu rupiah.
Macam Produk Ukiran Kayu Samosir
Adapun berbagai macam produk ukiran kayu yang terbuat dari jenis kayu ingul dan jior adalah merupakan replika dari benda pusaka jaman dahulu. Misalnya seperti Tongkat Tunggal Panaluan yang merupakan Tongkat Raja, sondi, sahan, alat musik tradisional, hobbung, doppet raja, bata idup, singa-singa, jaga doppak ,dan sebagainya.
Kamu bisa menjumpai berbagai produk tersebut dengan mengunjungi Kecamatan Simanindo. Yang mana merupakan wilayah di Kabupaten Samosir. Wilayah ini yang menjadi pintu gerbang pertama masuk ke daerah tujuan wisata di Kabupaten Samosir.
Baca Juga : 10 Ide Kreatif Kerajinan Kayu
Wilayah ini telah ditetapkan oleh Pemerintah setempat sebagai daerah tujuan wisata yang mempunyai kompetensi inti dibidang Industri Kerajinan Ukir Kayu dan juga sebagi sentra ukiran kayu di Kabupaten Samosir. Pemilihan tempat ini juga di karenakan ketersediaan sumber daya manusia yang terampil serta ahli dalam seni kerajinan ukir kayu.
Namun bukan berarti di tempat lain anda tidak dapat menemukan sentra seperti ini, anda dapat menemukan nya juga diberbagai kecamatan di Wilayah Samosir yang terdapat pengrajin kerajinan ukir kayu yang potensial untuk dikembangkan.
Contoh Hasil Kerajinan Kayu Ukir Samosir
PATUNG SIGALE-GALE
Sigale Gale atau Si Gale-Gale atau Sigalegale merupakan sebuah Ukiran Kayu Samosir berupa patung kayu yang dipergunakan dalam pertunjukan seni tari saat ritual penguburan mayat suku Batak di Pulau Samosir, Sumatra Utara.
Sigale Gale berasal dari kata “gale” artinya lemah, lesu, lunglai. Patung ini cukup terkenal di kalangan para turis baik asing maupun domestik.Selama menari-nari, patung ini dikendalikan oleh seorang pemain dari belakang seperti boneka marionette. Ia memainkannya dengan menggunakan tali yang tersembunyi dengan menghubungkan bagian-bagian patung ini melalui podium kayu berukir tempat iya berdiri.
Hal ini memungkinkan bagian lengan, kepala dan tubuhnya digerakkan. Konon, jumlah tali yang digunakan untuk menggerakkan Sigale gale ini sama dengan jumlah urat yang ada di tangan manusia.
Patung kayu Sigale gale ini memiliki anggota badan bersendi yang dipasang tepat di atas podium beroda, sambil meratapi, mereka menari-nari selama acara upacara pemakaman yang disebut papurpur sepata.
Upacara tersebut dilakukan dalam rangka untuk mengusir petaka meninggal tanpa memiliki keturunan. Selain itu juga untuk menenangkan roh mendiang agar arwahnya tidak penasaran.
TUNGGAL PANALUAN
Tunggal Panaluan merupakan sebuah ukiran Kayu Samosir berbentuk tongkat (tungkot). Panjang ukuranya kira-kira 170 centimeter, dan biasanya dimiliki oleh Datu bolon (dukun besar).
Tongkat Tunggal Panaluan ini merupakan salah satu seni ukir dari suku Batak yang sudah terkenal diseluruh dunia. Yang diukir dari kejadian sebenarnya dan di buat dari kayu tertentu yang juga memiliki kesaktian.
Masyarakat suku Batak sangat meyakini bahwa benda ini memiliki kekuatan gaib, seperti untuk meminta maupun menahan hujan (manarang udan), menolak bala, wabah, mengobati penyakit, mencari dan menangkap pencuri, serta membantu dalam peperangan dll.
Ada beberapa versi mengenai kisah terjadinya tongkat Tongkat Tunggal Panaluan ini. Namun pada intinya kisah-kisah tersebut hampir bersamaan atau mirip.
Kebanyakan para peneliti mengatakan bahwa ada tujuh figur manusia selalu muncul. Figur paling atas selalu laki-laki dan perempuan di bawahnya. Pada kepala figur laki – laki paling atas ditutup dengan tali-tali dan terdapat sebuah bulu di bagian atas yang menutupi kepala dan biasanya terbuat dari rambut manusia asli. Meskipun begitu dapat diganti dengan rambut kuda, bulu ayam jago atau sekedar ijuk.
Tongkat tersebut dililit juga menggunakan Bonang Manalu dengan melingkar dikepala figur yang paling teratas sesuai dengan tali-tali dan menyilang dari atas kebawah.
Pada zaman dulu benda – benda itu hanya bisa dibuat oleh imam penyembuh atau disebut datu, guru. Benda ini di kerjakannya dengan alat-alat sangat sederhana dan hanya akan melakukannya setelah memberikan sesaji ke pohon yang akan menjadi bahan mentah.
Saat tongkatnya sudah jadi, sang datu harus mempersembahkan sesaji lagi sebelum digunakan tongkat itu. Ini merupakan ciri yang penting, karena hal tersebut menekankan hubungan yg dekat muncul antara datu dengan tongkat tersebut. Keduanya akan menjadi satu dan mereka saling bergantung satu dengan yang lainnya.
Datu harus tetap senantiasa memelihara tongkat tersebut dengan cara selalu memberi sesaji pada waktu nya dan sebagai gantinya tongkat tersebut akan membisikan sesuatu apa yang akan terjadi serta apa yang harus dilakukan.
Dewasa ini tidak akan ditemukan lagi ritual yang seperti hal tersebut. Tunggal Panaluan telah dimodifikasi dengan cara membuat kerumitan desain dari bentuk awal. Dimana figur-figur yang ada lebih ditonjolkan, tidak lagi hanya goresan kayu yang dangkal.
Mata yang membelalak, figur manusia yang saling bertindih dan disilingi beberapa hewan kini dapat terlihat dengan jelas. Tidak hanya pada penampilan luar Tunggal Panaluan yang dipoles cantik, akan tetapi benda yang berukuran 1,5 meter hingga 2 meter ini juga dibuat lebih efesien.
Saat ini Tunggal Panaluan dapat ditemukan dengan sistem bongkar pasang. Tunggal Panaluan dapat dibongkar menjadi tiga bagian. Pengukir melakukan hal tersebut karena keluhan pembeli yang sulit membawa tongkat dengan panjang mencapai dua meter ini. Tongkat yang dahulunya memiliki kekuatan supranatural dan digunakan oleh orang sakti (datu) kini dapat dimiliki semua orang.
Cerita mengenai kesaktian tongkat tersebut kini tidak lagi menjadi perbincangan yang tabuh. Siapapun dapat megetahui cerita tentang Tunggal Panaluan dengan berbagai versi dari pengukir yang ada. Dengan mimik yang agak serius biasanya pengukir akan menceritakan sejarah Tunggal Panaluan versinya, sesekali menatap mata untuk lebih meyakinkan calon pembeli.
Baca Juga : Ukiran Kayu Suku Asmat Sarat Nilai dari Papua
HOMBUNG / DOMPET RAJA
Ukiran Kayu Samosir berbentuk Hobbung dan Doppet Raja biasanya dipakai sebagai tempat penyimpanan harta dan barang berharga. Masyarakat Batak biasanya mempunyai kebiasaan menyimpan harta mereka untuk ditinggalkan pada generasi berikutnya.
Mereka akan meletakan harta tersebut pada suatu wadah yang mereka disebut dengan Hombung atau Dompet Raja.Hombung atau Dompet Raja ini memiiki fungsi yang sama namun berbeda bentuknya.
Hombung biasanya merupakan wadah dengan tutup dibagian atas sedangkan Dompet Raja memiliki penutup wadahnya terdapat pada bagian samping.
Kedua benda ini terdapat patung-patung yang akan menghiasi Hombung dan Dompet Raja. Kebanyakan berbentuk figur manusia yang saling bertindih, kadal, ular atau bahkan berbentuk manusia yang menunggangi hewan tunggangan seperti kuda.
BATAK IDUP
Batak Idup adalah Ukiran Kayu Samosir berupa patung menyerupai manusia dengan kepala yang botak dan bahkan ada yang memakai semacam cawan diatas kepalanya. Kebanyakan dibuat dalam posisi jongkok dan beberapa juga ada yang dalam posisi berdiri. Dahulu Bata Idup dipercaya merupakan simbol kekuatan penjaga rumah atau ladang.
SAHAN ATAU NAGA MARSORANG
Naga Marsorang merupakanUkiran Kayu Samosir berupa wadah yang dahulunya dipergunakan oleh seorang Datu untuk menyimpan ramuan ataupun obat-obatannya.
Sahan atau Naga Marsorang ini terbuat dari bahan tanduk kerbau, ditutup menggunakan kayu yang diukir.
Meskipun umumnya menggunakan tanduk kerbau tetapi ada juga yang terbuat dari tulang kerbau dan ada yang menggunakan Bambu.
Sahan sendiri memiliki fungsi yang berbeda. Perbedaan ini terdapat pada yang terbuat dari tulang kerbau dan bambu dengan tanduk.
Sahan yang terbuat dari tanduk kerbau dan tulang kerbau memiliki fungsi untuk penyimpanan obat-obatan. Sedangkan Sahan yang terbuat dari bambu, memiliki fungsi untuk menyimpan surat- surat berharga.
SINGA-SINGA / JAGA DOMPAK
Ukiran Kayu Samosir yang adalah patung dengan bentuk singa yang disebut “Singa-singa”.
Dan berbentuk topeng dengan ekspresi seram, yang disebut “Jaga Dompak” yang fungsinya dipercaya mampu menolak roh-roh jahat yang berniat memasuki rumah.
Singa-singa sendiri merupakan ornament dan biasanya terletak pada rumah – rumah tradisonal masyarakat Batak. Singa-singa biasanya diletakan di bagian sisi kanan dan kiri depan rumah.
Singa merupakan hewan yang kuat dalam kepercayaan orang Batak, dimana pada zaman dahulu orang Batak percaya pantang untuk menyebut nama singa.
Mereka mempercayai ketika mereka menyebut kata singa tersebut maka akan muncul singa yang sebenarnya ke hadapan mereka. Sebagai gantinya Mereka akan menyebutkan kata singa dengan sebutan “Nagogo” yang memiliki artin yang kuat.
BORAS PATI
Boraspati merupakan Ukiran Kayu Samosir atau sebuah ornamen berbentuk cicak yang mempuyai pengertian sebagai lambang kekuatan pelindung dari marabahaya serta memberikan tuah serta kekayan kepada manusia.
Fungsi ukiran boraspati dibuat sebagai pelindung harta berharga dan mengharapkan jadinya berlipat jumlahnya. Makanya hiasan boraspati biasanya di buat didepan rumah.
Pada pintu masuk disebut (pintun jambur) pada sapo (rumah tempat menyimpan beras) di tanah Karo biasanya diberikan ornamen ukiran boraspati.
Dalam tradisi mitologis dan kepercayaan masyarakat batak, cicak terkait pada penggambaran:
– Boraspati ni Ruma, memiliki arti penjaga rumah dan lambang kesuburan
– Boraspati ni Tano, memiliki artidewa kesuburan
Biasanya dekorasi motif berbentuk cicak ini juga menjadi bagian dari pada ukiran gorga dalam ornamentasi arsitektural khas rumah tradisional Batak.
TOPENG BATAK
Ukiran Kayu Samosir berupa Seni topeng Batak adalah sebuah karya seni dekorasi, patung,dan pentas seni yang tumbuh dari sejarah serta tradisi masyarakat Batak. Telak memberi ciri dan kebanggaan berlatar belakang nilai budaya yang luhur, yakni kesetiaan.
Meski fungsinya makin menggeser dari sakral ke arah profance, namun nilai estetis dan pemuas rasa setia dan sekaligus sebagai pelipur lara yang turun temurun itu merupakan “kekayaan” budaya daerah maupun nasional yang tak ternilai.
Di Sumatra Utara, topeng disebut juga dengan gundala-gundala oleh masyarakat Batak Karo, di Simalungun disebut manghuda-huda, di Pakpak Dairi mrngkuda-kuda. Taping dipakai oleh para datu atau semacam dukun yang menari dalam rangkaian upacara pemakaman dari salah satu masyarakat yang meninggal.
Mereka menggunakan pakaian seperti jubah panjang dengan lengan panjang sehingga menutupi seluruh bagian kedua tangannya. Selain itu ada topeng yang dalam bahasa Batak Karo disebut kuda-kuda tau dalam bahasa Batak Toba disebut huda-huda, yaitu topeng yang menggambarkan kepala binatang seperti kuda atau kadang-kadang burung. Kuda dan burung adalah simbol dewa yang tertinggi dan ada anggapan bahwa para bangsawan adalah keturunan dewa ini.
Di daerah Simalungun, terdapat pertunjukkan seni topeng terkait dengan kematian seseorang yang selama hidupnya dianggap sempurna. Pertunjukkan topeng ini dikenal sebagai seni Tortor Taping-taping ini menggambarkan pasangan lelaki dan perempuan yang sedang menuju perjalanan alam baka. Topeng sendiri hampir tak pernah absen dalam setiap upacara-upacara tradisional masyarakat Batak.
Topeng Simalungun ini merupakan tahap awal mula dari topeng Batak pada umumnya. Pada dasarnya topeng Simalungun ini terdiri atas empat tokoh saja, yakni 1 perempuan, 2 orang laki-laki, dan 1 burung. Memiliki mimik wajah yang tidak seram namun terkesan romantic sekaligus lucu.
Topeng terkesan Ekspresi yang rendah hati tetapi optimis, serta mempesona, sesuai dengan latar belakang sejarahnya yakni bertujuan untuk menghibur keluarga raja yang sedang tertimpa duka-nestapa.
Penutup
Kesimpulan bahwa Ukiran Kayu Samosir di Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatra, Indonesia, telah menjadi bagian integral dari kekayaan budaya dan pariwisata daerah tersebut. Seni ukiran kayu Samosir menggunakan kayu jati dan mencerminkan motif budaya Batak, termasuk gambar hewan, perahu, dan figur-figur mitologi.
Ukiran kayu Samosir tidak hanya berfungsi sebagai hiasan rumah atau benda koleksi, tetapi juga memiliki nilai ritus dan adat istiadat bagi masyarakat setempat. Seiring waktu, produk-produk ukiran ini telah menjadi suvenir populer bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah tersebut.
Sejarah ukiran kayu Samosir diperkirakan dimulai sekitar tahun 1600 dan mendapat dukungan pemasaran yang kuat dari keindahan Danau Toba. Penggunaan kayu haumbang dan suren sebagai bahan baku masih relatif tersedia, sementara gaya kerajinan telah mengalami perubahan signifikan.
Berbagai produk ukiran kayu Samosir termasuk Patung Sigale-Gale, Tunggal Panaluan, Hombung/Dompet Raja, Batak Idup, Naga Marsorang, Singa-singa/Jaga Dompak, Boras Pati, dan Topeng Batak. Setiap produk memiliki makna dan fungsi tersendiri, seperti simbol kekuatan, pelindung harta, dan hiburan dalam upacara tradisional.
Meskipun beberapa produk mengalami modifikasi desain untuk memenuhi permintaan pasar modern, masih terdapat produk dengan model asli yang kuno dan etnik, menarik minat wisatawan, terutama dari luar negeri. Sentra industri kerajinan ukir kayu terletak di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, yang dianggap sebagai pintu gerbang utama menuju destinasi wisata di Pulau Samosir.
Comments 1